Aurel Amalia
Aurel Amalia › Luar Negeri

on Sunday 22 November 2015

Eropa dalam Penjara ISIS?

Tentara bersiaga di tempat umum

Teror di Paris mendulang reaksi keras Eropa. Perancis, Jerman, dan Inggris bersiap mengorbankan kebebasan sipil dan memberikan aparat keamanan lebih banyak wewenang, antara lain penggerebekan tanpa perintah pengadilan.

Sebuah pesawat terbang yang terbang dari Warsawa, Polandia, ke Hurghada di Mesir tiba-tiba dialihkan di tengah jalan ke Bulgaria. Penyebabnya adalah sebuah ancaman bom. Sebanyak 161 penumpang dievakuasi. 

Polisi kemudian mengumumkan, pihaknya tidak menemukan bom yang dimaksud. Ancaman kosong itu rupanya berasal dari seorang penumpang yang tengah mabuk minuman keras.

Kejadian di Bulgaria menunjukkan Eropa yang tengah panik dan dirundung rasa takut.

Selasa silam, pertandingan persahabatan antara timnas sepak bola Jerman dan Belanda dibatalkan di Hannover dengan alasan serupa. Menteri Dalam Negeri Jerman Thomas de Maziere menolak memberikan detail ancaman karena "jawabannya akan membuat Anda takut".

"Paranoia" sedang membubung di udara, tulis seorang pengguna di media sosial Twitter. Ucapan tersebut tidak sepenuhnya benar meski kebijakan sejumlah negara justru membenarkannya.

Serangan teror Islamic State atau ISIS yang menewaskan lebih dari 130 orang di Paris sepekan silam membuat Eropa linglung. Beberapa negara bahkan siap menanggalkan prinsip dasar yang selama ini menjadi landasan kebebasan sipil demi keamanan. 

"Iklim politik di Eropa sedang berubah, "kata Claude Moraes, seorang politikus Inggris, kepada International Business Times.

Pemerintah Perancis, misalnya, berniat memperluas wewenang kepolisian dengan melakukan penggerebekan tanpa surat perintah pengadilan. Paris juga berencana memberikan kewenangan tambahan buat dinas rahasia buat memata-matai warga sendiri.

Hari Kamis (19/11/2015), sebanyak 21 anggota parlemen mengusulkan amandemen yang memberikan kewenangan pemerintah untuk "mengawasi publikasi media sebagaimana juga stasiun radio, bioskop dan teater".

Amandemen tersebut diajukan guna memberangus pemberitaan yang "membahayakan nyawa" penduduk Perancis seperti dalam kasus Charlie Hebdo.

Sementara itu, Jerman sedang mendiskusikan penugasan tentara Bundeswehr di dalam negeri, sesuatu yang tabu sejak Perang Dunia II.

Kepolisian Jerman bahkan mendesak agar semua pihak berhenti "berdebat tentang negara polisi," jika serangan teror seperti di Paris ingin dihindari. Inggris telah mendahului dengan menelurkan undang-undang yang memberikan kebebasan negara buat mencabut kewarganegaraan penduduknya yang terlibat aksi terorisme.

"Jika kita lanjutkan langkah ini, kita akan jatuh ke perangkap teroris yang justru ingin membatasi kebebasan kita," kata Jan Philipp Albrecht, politisi muda Jerman dari Partai Hijau. 

"Saya khawatir pemerintah menginginkan kekuasaan yang lebih luas walaupun tidak terbukti hal itu bisa mencegah serangan teror pada masa depan," katanya.

"Ketika AS bereaksi terhadap serangan 11 September 2001, kami mendapat peringatan ramah dari Perancis agar tidak mengorbankan kebebasan sipil," ujar Gabor Roba, Guru Besar bidang Hukum di Yeshiva University, AS, kepada IBT. "Saya harap Perancis masih mengingat pesan tersebut."


(Sumber : kompas.com)